Kamis, 06 Oktober 2016

Autofagi, Temuan Peraih Nobel Kedokteran 2016


Prof. Yoshinori Ohsumi - Peraih Nobel Kedokteran 2016


Kata autofagi berasal dari bahasa Yunani kuno auto-, yang berarti "diri", dan phagein, yang berarti "memakan". Sehingga autofagi memiliki makna memakan diri sendiri. Konsep ini berkembang di era 1960-an, ketika para peneliti pertama kali melihat bahwa sel dapat menghancurkan kandungan selnya dengan menempelkannya pada membran, membentuk gelembung mirip karung yang dipindahkan ke kompartemen daur ulang, disebut sebagai lisosom, untuk degradasi.

Kesulitan dalam mempelajari fenomena tersebut menunjukkan bahwa masih sedikit yang diketahui hingga, dalam sebuah rangkaian penelitian brilian di awal 1990-an, Yoshinori Ohsumi menggunakan Ragi Roti untuk mengidentifikasi gen utama dalam mekanisme autofagi.

Ia kemudian menjelaskan mekanisme yang mendasari autofagi pada ragi dan menunjukkan bahwa mesin canggih yang sama digunakan pada sel sel kita.

Penemuan Ohsumi menggiring pada paradigma baru dalam pemahaman kita tentang bagaimana sel mendaur ulang isi kandungan selnya. Penemuannya tersebut membuka jalur untuk memahami prinsip dasar dari pentingnya autofagi dalam berbagai proses fisiologis, seperti adaptasi terhadap kelaparan sel atau respon terhadap infeksi. Mutasi pada gen autofagi dapat menyebabkan penyakit, dan proses autofagi melibatkan banyak kondisi termasuk kanker dan penyakit neurologis.

DEGRADASI - fungsi sentral dari semua sel sel hidup

Pada pertengahan tahun 1950-an, para ilmuan mengobservasi sebuah kompartemen sel khusus baru, disebut organel, mengandung enzim enzim yang mencerna protein, karbohidrat, dan lemak. Kompartemen khusus ini disebut sebagai lisosom dan berfungsi sebagai stasiun untuk degradasi konstituen seluler. Ilmuan Belgia Kritian de Duve dianugerahi Nobel dalam bidang Fisiologi – Kedokteran tahun 1974 atas penemuan lisosom. Pengamatan yang baru sekitar tahun 1960-an memperlihatkan jumlah yang besar dari isi sel, dan bahkan keseluruhan organel, yang terkadang dapat ditemukan dalam lisosom.

Sehingga sel tampaknya memiliki strategi untuk mengirimkan muatan dalam jumlah besar ke dalam lisosom. Lebih lanjut, analisis mikroskopik dan biokimia memecahkan tipe baru dari vesikel yang mengirimkan muatan seluler ke lisosom untuk didegradasi. Christian de Duve, ilmuan di balik penemuan lisosom, menciptakan istilah autofagi, “self-eating” (memakan diri sendiri), untuk menggambarkan proses ini. Vesikel vesikel baru tersebut dinamakan autofagosom.

Gambar 1 : Sel Sel kita memiliki kompartemen-kompartemen khusus yang berbeda. Lisosom membentuk suatu kompartemen dan mengandung enzim untuk mencerna isi sel. Jenis vesikel baru disebut autofagosom terlihat di dalam sel. Sebagai bentuk autofagosom, vesikel ini menelan isi sel, seperti protein dan organel yang rusak. Akhirnya, melebur bersama lisosom, yang isinya didegradasi kedalam komponen yang lebih kecil. Proses ini memberikan sel nutrisi dan membangun dinding untuk regenerasi.


Sepanjang tahun 1970 dan 1980-an para peneliti memfokuskan untuk menguraikan sistem lain yang digunakan untuk degradasi protein, dinamakan “proteasome”. Dalam lingkup penelitian ini, Aaron Ciechanover, Avram Harshko, dan Irwin Rose dianugerahi Novel bidang kimia tahun 2004 untuk temuan “ubiquitin yang memediasi degradasi protein”.
Proteasome secara efisien mendgradasi protein satu per satu, tetapi mekanisme ini tidak menjelaskan bagaimana sel menyingkirkan kompleks protein yang lebih besar dan organel yang telah usang. Dapatkah proses autofagi menjadi jawaban, dan jika iya, bagaimana mekanismenya?

PERCOBAAN INOVATIF

Yoshinori Ohsumi telah lama aktif dalam berbagai area penelitian, tetapi setelah memulai lab-nya sendiri di tahun 1988, dia memfokuskan usahanya pada penelitian degradasi protein dalam vakuola, sebuah organel yang mirip dengan lisosom. Sel sel ragi cenderung lebih mudah untuk dipelajari dan sehingga sering digunakan sebagai model dari sel sel manusia. Sel sel ini terutama berguna untuk identifikasi gen yang penting dalam jalur kompleks seluler. 

Tetapi Ohsumi saat itu menghadapi tantangan utama; sel sel ragi memiliki bentuk yang kecil dan struktur dalamnya tidak mudah dibedakan dibawah mikroskop dan karenanya, Ohsumi tidak yakin apakah bahkan autofagi benar benar ada dalam organisme ini. Ohsumi beralasan bahwa jika ia dapat mengganggu proses degradasi dalam vakuola selama proses autofagi aktif, lalu autofagosom harus diakumulasikan dalam vakuola dan menjadi terlihat dibawah mikroskop.

Ia kemudian mengkultur ragi yang telah termutasi dan kehilangan enzim degradasi vakuolar dan secara simultan menstimulasi autofagi dengan membuat sel sel kelaparan. Hasilnya begitu menyolok! Dalam hitungan jam, vakuola terisi dengan vesikel vesikel kecil yang tidak terdegradasi. Vesikel vesikel tersebut merupakan autofagosom dan penelitian Ohsumi membuktikan bahwa autofagi ada di sel sel ragi. Tetapi yang lebih penting lagi, dia sekarang memiliki metode untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi gen gen kunci yang terlibat dalam proses ini. Ini merupakan gebrakan besar dan Ohsumi mempublikasikan hasilnya pada tahun 1992.

Gambar 2. Pada rahi (gambar kiri), sebuah kompartemen besar yang disebut Vakuola mirip dengan lisosom pada sel mamalia. Ohsumi membuat ragi kehilangan enzim pendegradasi vakuola. Ketika sel sel ragi ini kelaparan, autofagosom secara cepat terakumulasi di vakuola (gambar tengah). Penelitiannya tersebut mendemonstrasikan bahwa autofagi terdapat pada ragi. Sebagai tahap lanjut, Ohsumi meneliti ribuan ragi yang termutasi (gambar kanan) dan mengidentifikasi 15 gen yang memiliki peranan penting untuk autofagi
 
GEN AUTOFAGI TELAH DITEMUKAN

Ohsumi kini mendapat keuntungan atas rekayasa strain ragi yang mana autofagosom-autofagosomnya terakumulasi saat kelaparan. Akumulasi ini seharusnya tidak terjadi jika gen gen penting pada autofagi diinaktivasi. Ohsumi memaparkan sel sel ragi pada bahan kimia yang secara acak mengenalkan mutasi mutasi di banyak gen, lalu ia menginduksi autofagi.

Strateginya sungguh bekerja dengan baik! Dalam satu tahun dari penemuaannya terhadap autofagi di sel ragi, Ohsumi berhasil mengidentifikasi gen pertama yang penting dalam mekanisme autofagi. Dalam serial penelitian berikutnya, protein-protein yang dikodekan menurut gen gen ini telah dikarakterisasi secara fungsional. Hasil ini menunjukkan bahwa autofagi dikontrol oleh kaskade protein dan kompleks protein, masing-masingnya meregulasi tahap yang berbeda dari inisiasi dan formasi autofagosom.

Gambar 3. Ohsumi mempelajari fungsi dari protein-protein yang disandikan oleh gen kunci autofagi. Dia menggambarkan bagaimana sinyal stress menginisiai autfagi dan mekanisme oleh protein dan kompleks protein yang mendukung tahap terpisah dari formasi autofagosom

AUTOFAGI – Mekanisme Esensial di Sel Sel Kita

Setelah identifikasi dari mesin yang menginduksi autofagi dalam sel ragi, pertanyaan kuncinya masih tersisa. Apakah ada mekanisme yang bertanggung jawab untuk mengontrol proses ini di tubuh organisme lain? Tak lama kemudian, hal tersebut menjadi jelas bahwa mekanisme yang secara virtual idientik beroperasi di sel sel kita. Peralatan penelitian yang dibutuhkan untuk menginvestigasi pentingnya autofagi di tubuh manusia, kini telah tersedia.

Terima kasih untuk Ohsumi dan rekan rekan sepenelitiannya, sekarang kita tahu bahwa autofagi mengontrol fungsi fisiologis yang begitu penting, dimana komponen seluler perlu untuk didegradasi dan didaur ulang. Autofagi dapat dengan cepat menyokong bahan bakar untuk energi dan membangun blokade untuk regenerasi dari komponen-komponen selular, dan sehingga penting untuk respons seluler terhadap kelaparan dan tipe stress lainnya.
Setelah infeksi, autofagi dapat mengeliminasi bakteri dan virus yang menginvasi intraseluler. 

Autofagi berkontribusi dalam perkembangan embrio dan diferensiasi sel. Sel-sel juga menggunakan autofagi untuk mengeliminasi protein-protein dan organel-organel yang rusak, sebuah mekanisme kontrol kualitas yang penting untuk menangkal efek negatif dari penuaan.
Autofagi yang terganggu, dihubungkan dengan penyakit Parkinson, DM Tipe 2, dan gangguan lainnya yang terjadi pada usia tua. Mutasi-mutasi pada gen autofagi dapat menyebabkan penyakit genetik. Gangguan-gangguan pada mesin autofagi juga telah dihubungkan dengan kanker. Penelitian intens saat ini berlangsung untuk memngembangkan obat-obat yang dapat menargetkan autofagi pada berbagai penyakit.

Autofagi juga telah diketahui lebih 50 tahun tetapi fungsi fundamentalnya di bidang fisiologi dan kedokteran hanya dijetahui setalah penelitian Yoshinori Ohsumi yang telah menggeser paradigma era 1990-an. Untuk hasil penelitiannya, dia dianugerahi Nobel tahun ini di bidang fisiologi-kedokteran.

Diteruskan dari : sini
Diterjemahkan oleh : dr. Ahmad Fachrurrozi

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...